Rabu, 15 April 2009

Kisah dibalik Lagu Terakhir 'Sang Merpati Putih' - Chrisye sebelum wafat

Entah mengapa, di pagi hari ini aku tiba-tiba googling tentang cerita dibalik lagu "LIRIH" Chrisye. Dan berikut ini adalah kutipan selengkapnya mengenai kisah dibalik usaha Chrisye menyanyikan lagu terakhirnya tepat 2 minggu sebelum beliau Wafat.

Hanya beberapa kawan dekatnya yang tahu bahwa penyanyi legendaris Chrisye, ketika sakit parah, sempat menyanyikan sebuah lagu baru di studio rekaman, tiga pekan menjelang wafatnya. Sebuah lagu yang sedang akan menjadi sejarah.

ChrisyeBerita eksklusif ini diliput dan ditulis oleh Suhunan Situmorang di Jakarta. Sepengetahuanku dan Suhunan, belum ada situs web, blog, media cetak, maupun televisi yang memberitakan kisah ini. Selamat menikmati sajian khusus dari Blog Berita Dot Com.

SAMA SEKALI TAK mampir di pikiran Aryono Huboyo Djati, lagu ciptaannya akan menjadi tembang terakhir yang dinyanyikan Chrisye. Penggubah lagu ‘Burung Camar’ itu memang tahu kondisi kesehatan Chrisye memburuk, hanya menunggu keajaiban, walau tak menyangka akan secepat itu berpulang.

Tak ada yang tahu — bahkan Damayanti Noor (Yanti), istri Chrisye, dan Acin, pemilik Musica Record — tiga pekan sebelum kepergian sahabatnya itu, sengaja ia “culik” Chrisye dari rumahnya untuk merekam lagu tersebut. Agar dibolehkan keluar rumah, kepada Yanti ia katakan akan membawa Chrisye melakukan terapi pengobatan alternatif di suatu wilayah Jakarta. Padalah, lepas senja itu, mereka berdua meluncur ke studio Musica, dan pulang ketika hari sudah malam.

Aryono Huboyo DjatiSetelah kurang lebih 23 tahun tak berkarya di bidang musik, sebuah lagu mendadak lahir dari kalbu Aryono. ‘Lirih’, judulnya. Saat menguntai nada-nadanya, di benak fotografer yang pernah mengundang decak kagum pengamat dan penggemar fotografi seantero negeri ini karena sebuah karyanya yang dipamerkan di hotel Nikko bisa terjual dengan harga 700 juta rupiah, hanya ada satu nama yang patut menyanyikannya: Chrisye.

Ia pun mencari akal, harus membohongi Yanti, sebab sadar, apapun alasan yang disodorkannya, Chrisye takkan mungkin dilepas untuk merekam sebuah lagu di studio rekaman dalam kondisi sakit seperti itu. Aryono sempat tercengang ketika Chrisye langsung menyetujui persekongkolan yang dibisikkannya. Bahkan di studio Musica, di tengah rasa sakit yang mendera tubuhnya, Chrisye tak hanya mempelajari notasi ‘Lirih’ dengan tekun, ikut pula melakukan perbaikan lirik agar lebih bertenaga dan sejiwa dengan “roh” lagu.

Bila suatu saat lagu itu anda dengar, saya yakin, takkan mudah percaya Chrisye menyanyikannya di kala kondisi tubuhnya sedemikian rapuh sembari menahan perih dan tinggal hitungan minggu meninggalkan dunia ini. Konsistensi suaranya tetap terjaga, bertenaga, subtil, selaras dengan nada lagu. Vokalnya yang menggetarkan estetika jiwa tak sedikit pun mengalami perubahan. Luar biasa! Bagaimana ia bisa melakukan itu?

“Chrisye memang seniman yang luar biasa, Bang,” ujar Aryono menanggapi ketakjubanku. Ia selalu memanggilku ‘Abang’ walau umurnya lebih tua, saya menyapanya ‘Mas’ sesuai tata krama Jawa. “Ia sangat profesional, sulit mencari tandingannya.”

Pengakuan doktor biologi kelautan dari sebuah universitas ternama di Jepang tetapi akhirnya “hanya” menekuni dunia fotografi itu, selama proses perekaman, tak sekalipun Chrisye mengeluhkan rasa sakit di tubuhnya. Malah bersikeras agar pengambilan vokal diulang hingga beberapa kali karena menurutnya belum memuaskan disebabkan tarikan napasnya yang tak lagi panjang seperti sedia kala, ketika masih sehat.

“Itulah yang selama ini paling saya kagumi dari diri almarhum,” imbuh lelaki kurus itu. “Komitmennya tak pernah goyah. Kalau sudah menerima suatu tawaran, dia tak pernah bekerja setengah-setengah. Padahal, kondisinya saat itu …”

Lagu berjudul ‘Lirih’ yang direkam tanpa sepengetahuan pemilik Musica itu baru diisi musik dasar piano yang dimainkan Aryono. Tak banyak yang tahu, ia amat piawai memainkan piano klasik dan jazz. Setelah halimun kabung yang menyelimuti keluarga Chrisye menguap perlahan-lahan, proyek rahasia Aryono dengan almarhum diungkapkannya pada Acin. Mulanya bos Musica itu tak percaya. Aryono pun memutar CD-nya.

“Gila lu, enggak ngasih tahu gue!” ujar Acin setelah mendengar lagu tersebut. “Aduh, gue sampe merinding mendengarnya…”

Bersama Acin, Aryono kemudian membawa lagu tersebut pada Yanti, sembari memohon maaf atas kebohongannya. Perempuan separuh baya yang begitu setia mengurus suaminya sebelum dan selama sakit itu meneteskan air mata saat nyanyian terakhir suaminya mengalun.

Kepada Acin, Aryono mengajukan satu syarat. Bila lagu tersebut dipublikasikan dalam album kompilasi lagu-lagu Chrisye yang sedang digarap Erwin Gutawa, maka yang mengaransemen musiknya harus Viky Sianipar. Mulanya Acin ragu karena terlanjur menganggap Viky hanya jago mengolah musik etnik, namun setelah diyakinkan Aryono dengan membeberkan fakta bahwa Viky termasuk langganan hajatan pesta musik jazz bertaraf internasional bertajuk ‘Java Jazz’, akhirnya setuju.

Kabar tersebut langsung disampaikan Aryono pada Viky. Musikus muda penganut aliran world music ini langsung jengah, selain tak percaya. Awalnya Viky tak bersedia menerima tantangan Aryono, semata-mata karena amat hormat pada Erwin Gutawa. Akhirnya mereka berdua sepakat, Viky sowan dulu ke musisi plus aranger yang, kepada saya, pernah diakui Viky amat kagum lewat album ‘Tribute To Koes’ dan album Chrisye ‘Badai Pasti Berlalu’ itu. Singkat cerita, di sela kesibukannya, antara lain menggarap dua lagu untuk album rohani Krisdayanti, Viky mulai mengerjakan musik dan aransemen lagu terakhir Chrisye tersebut.

Sejatinya, lagu dan lirik ‘Lirih’ menitis dari pengalaman pribadi Aryono. Fotografer yang jatuh cinta pada alam dan budaya Batak ini (sudah berkali-kali ia jelajahi Samosir, Toba, dan pernah pula menghadiri upacara ugamo Malim pimpinan Monang Naipospos, semua diabadikannya lewat potret-potret yang tidak saja indah tapi juga menakjubkan), ternyata baru mengalami patah hati dengan komunitasnya di alam maya sesama fotografer. Karena sebuah insiden, akhirnya ia mundur dari keanggotaan paguyuban para ‘Mat Kodak’ yang anggotanya puluhan ribu itu.

Surat elektronik pengunduran dirinya ditulisnya dalam bentuk puisi — yang kemudian menjadi lirik awal ‘Lirih’.

“Alasan yang agak sentimentil memang, tapi saat itu saya hanya mampu menulis surat seperti itu,” ujarnya untuk menjawab pertanyaanku, mengapa menulis surat berbentuk puisi. Rupanya, hatinya tengah gundah-gulana saat dan sesudah berselisih dan akhirnya memilih pisah dengan kawan-kawan virtualnya itu.

“Perasaanku campur-aduk. Kecewa, marah, sedih, sekaligus kangen, layaknya orang pacaran.” Jujur diakuinya, sebetulnya amat berat di hatinya meninggalkan komunitas berinisial ‘FN’ itu.

Chrisye mendengar curahan hati Aryono, walau kemudian memoles lirik ‘Lirih’ seakan sebuah kisah dua insan yang memilih berpisah kendati memedihkan hati.

Viky Sianipar sudah mengemas notasinya lewat iringan piano dan orkestra digital dengan rima mellow hingga makin berjiwa, dan sublim. Ketika pertama kali diperdengarkan Aryono ke telingaku, suatu malam menjelang pagi di studio Viky, saya benar-benar takjub dan merinding.

Tembang sedih itu dialunkan Chrisye begitu indah. Vokalnya masih seperti dulu, ketika tahun 1979 untuk kali pertama kudengar dan baru kutahu di negeri ini ada seorang biduan bersuara unik bernama Chrisye, yang menyanyikan ‘Merpati Putih’ sepenuh hati hingga langsung membius jiwa dalam album soundtrack film ‘Badai Pasti Berlalu’.

Alangkah beruntungnya kau, Aryono, menggubah sebuah lagu yang menggetarkan kalbu untuk dilantunkan sang legenda, dan itu adalah nyanyiannya yang terakhir. [www.blogberita.com]

CATATAN BLOG BERITA DOT COM:
SUHUNAN SITUMORANG novelisSuhunan Situmorang adalah seorang advokat idealis yang bekerja pada firma hukum Nugroho Partnership, pengarang novel, serta penikmat seni dan lagu-lagu rock hingga uning-uningan [musik gendang tradisional Batak]. Ia putra Samosir, pulau indah di tengah Danau Toba; menetap di Jakarta bersama tiga anaknya — Jogi, Tesa, dan Ayu — dan istri yang cuma satu. Foto Suhunan di sebelah ini adalah karya fotografer Aryono Huboyo Djati. Maaf kepada Bang Aryono karena foto ini telah “kurusak” dan kugunting dengan sewenang-wenang sehingga tak lagi seindah aslinya. :D


Silakan bila ingin mengutip artikel dari blog ini, dengan syarat menyebut sumber dan nama penulisnya. Bila dikutip untuk website, blog, atau milis, maka tuliskanlah sumbernya www.blogberita.com dan buatkan link ke artikel bersangkutan. Bila dikutip untuk koran, majalah, bulletin, radio, televisi, dll, maka tulislah/sebutkanlah sumber kutipannya; www.blogberita.com. []

Jumat, 20 Maret 2009

Bicarakanlah, terutama kepada orang yang terkasih.

Suatu pagi aku mendapat email dari seorang teman baik, karena isinya sangat bagus saya berpikir untuk membaginya dengan teman semua. Berikut ini ceritanya :

Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.
Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka,tetapi
segalanya sudah terlambat.

Membawa nenek utk tinggal bersama
menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar
cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan
suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama .
Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya
harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga
tamat kuliah.

Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar
yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga
dan sebagainya. Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar
matahari,tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat
saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata
:"Mari,kita jemput nenek di kampung".

Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke
dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku
seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan
kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka
tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar
sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh menikmati
saat-saat seperti itu.

Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah
dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata
kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga
tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek:"Ibu, rumah dengan
bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih
gembira."Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa:
"Nenek, ini kebiasaan orang kota , lambat laun ibu akan terbiasa juga."
Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil
membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga
bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil
menggeleng-gelengka n kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia
selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku jawab, dia
selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil
berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong.Jangan katakan harga yang
sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.
Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan
sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki
masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah
nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek
selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan
sendok, itulah cara dia protes.

Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku
sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun
pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di
dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia
suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa
untuk dijual katanya.Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong
plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua
kumpulan kantong plastik.

Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan
pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali
lagi pada saat dia sudah tidur.Suatu hari, nenek mendapati aku sedang
mencuci piring malam harinya, dia segera masukke kamar sambil membanting
pintu dan menangis.Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur
seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak
perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil
berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan pring itu
bisa membuatmu mati?"

Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup lama, suasana
mejadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak
pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap
pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu
kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan
lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku,
seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?
Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli
makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu
di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga
kamu tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata
tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku.Dan dia
akhirnya berkata:"Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama
kami setiap pagi."Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba
canggung itu.

Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu
perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar
semua.Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku
segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat
suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar
mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan
berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa
bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!.
Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku,
nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh……suamiku
segera mengejarnya keluar rumah.
Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek
.
Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku.
Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah
banyak mengalah, mau bagaimana lagi?
Entah kenapa aku selalu merasa mual
dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang
kacau, sungguh sangat menyebalkan.
Akhirnya teman sekerjaku berkata:"Lu
Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter."

Hasil pemeriksaan menyatakan aku
sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah
berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek
sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?

Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia
berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu
tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke
arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya
penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku
sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku
ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan
berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku
minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi
air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini berakibat
sangat buruk?

Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi,
memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan
sedihnya. Tengah malam,aku mendengar suara orang membuka laci, aku
menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang
mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa
berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu.

Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg
sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta
dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.

Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan
masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi
mencarinya di kantornya.Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg
melihatku dengan wajah bingung.."Ibunya pak direktur baru saja mengalami
kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka
lebar.Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah
meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang
jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam
hati:"Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?"

Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa
denganku,
jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian.
Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek
berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku
mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak
melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru
mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku
tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar,
jika........ ....dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.

Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan
penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga
merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua
ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera
mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah
menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya
walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat.Kami
hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang
makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu
dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita
didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku
tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk kedalam dan
berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak
menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus
berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak
berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku
dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jangtungku
terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian.
Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak..
mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka.

Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang
telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga
sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang
sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar.
Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak
ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk
menjelaskan semua ini. Tetapi itu tidak terjadi..... ...., semua berlalu
begitu saja.

Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri. Setiap
kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati
ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi
ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan
miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak
bersalah.

"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan ruang tamu.
Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja,
tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2 bulan hidup sendiri, aku
sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata
kepadanya:""Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya"".Dia
melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata
pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa
sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.
Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia
memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku
menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya."

"Lu Di, kamu
hamil?"

Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara
kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar
dengan derasnya. Aku menjawab:""Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah
boleh pergi"".Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling
berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air
matanya terasa menembus lengan bajuku.Tetapi di lubuk hatiku, semua
sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali.
"Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata:"Maafkan
aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak
bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.Cinta
diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah
akibat kesengajaan darinya.

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak
akan pernah kembali.Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan
untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah
menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah
pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani
surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap
tidak berbekas.

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera
berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari,
terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak
perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli
padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan
bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa
terbahak-bahak. Dia lupa........ , itu adalah dulu, saat cintaku masih
membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang
sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang
perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk
anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan
barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak
bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari
kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia
lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku
itu bukan lagi suatu masalah.

Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku
berteriak dengan suara yg keras.. Dia segera berlari masuk ke kamar,
sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu
olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit.
Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat
dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera
digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku
terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi
yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?

Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh
kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit
aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia
memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil
tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku
dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku
berteriak histeris memanggil namanya.

Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya………aku
pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya,
tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit
saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium
mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah
mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata
dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi
perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar
nenek lalu menyalakan komputer.

Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku
masih berpikir dia sedang bersandiwara…………

Sebuah surat yg sangat panjang
ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami."Anakku, demi dirimu
aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku
tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan
kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi
ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam komputer ini, ayah
mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup
yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah.

"""Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup
selama bertahun -tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia
sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu dan adalah
orang yg paling ayah cintai"".

Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK , SD , SMP, SMA
sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga
menulis sebuah surat untukku.""Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg
paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku
tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan
bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis
sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih
atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya
kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah
tertulis semua tahun pemberian padanya""."

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong
anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata: "Sayang,
bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan
kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya".Dengan susah payah dia
membuka matanya, tersenyum... ......... ...anak itu tetap dalam dekapannya,
dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah.
Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di
tangan sambil berurai air mata........ ......... ....

Teman2 terkasih, aku sharing cerita ini kepada kalian, agar kita semua
bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air mata kalian
sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlah
pesan dari cerita ini :

"Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati diantara
kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan didalam
hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah pertanyaan: Jika
kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal
yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya
menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum
kita menyesalinya seumur hidup.

good story, taken from Budiyanto's facebook 'wall'

Senin, 05 Januari 2009

MUSIK - stimulus otak

Ahh.... sudah lama kiranya saya tidak posting tulisan di blog saya yang amat saya cintai dan banggakan ini.

Baiklah, untuk tulisan kali ini saya akan mengangkat tema tentang "MUSIK".

Pernahkah kita merasa penat dan jenuh terhadap pekerjaan, tugas-tugas, atau bahkan terhadap hidup kita. Wah... bahaya!! apabila anda sudah mencapai tahap kejenuhan dalam kehidupan anda karena salah-salah bisa saja anda menempuh cara yang ekstrim dalam menyikapi masalah yang terjadi seputar diri anda.

Namun ada satu cara yang menurut saya asyik dalam mengatasi kepenatan dan kejenuhan yang tengah melanda diri kita, cukup dengan kita luangkan sedikit waktu kita dalam mendengarkan alunan musik yang menjadi favorit kita. Bahkan menurut beberapa penelitian, musik dapat menstimulus sel-sel otak kita hingga mampu bekerja lebih optimal.

Hal ini terbukti pada diri saya pribadi,
ketika diri sedang penat terhadap pekerjaan dan berbagai tugas yang menuntut secepat mungkin untuk diselesaikan maka saya luangkan barang 15 menit waktu diantara kesibukan saya untuk mendengarkan musik favorit saya, karena dengan mendengar alunan suara penyanyi favorit atau bahkan instrumental favorit dapat mengembalikan kesegaran otak kita dan dapat membawa kembali pada titik nol, dimana diri kita siap untuk bertarung kembali menghadapi tuntutan pekerjaan yang harus kita selesaikan.

Bahkan, ketika pikiran saya sedang buntu ketika harus menyelesaikan suatu permasalahan, maka saya berdiam diri dan mengaktifkan aplikasi pemutar lagu di komputer. Dan cara ini memang berhasil untuk mengembalikan semua kemampuan berpikir otak.

Dengan kata lain : Apabila kita menemui kebuntuan dalam berbagai hal dan dimana segala daya upaya kita sudah dirasa tidak mampu untuk menyelesaikannya, maka ambillah sedikit waktumu untuk menghimpun tenaga. Karena bertarung disaat lelah hanya akan membuat dirimu semakin cepat kalah.